Rabu, 28 Mei 2014 0 komentar

#Save Sunday Morning UGM


Pendahuluan
Pasar Sunday Morning atau yang lebih dikenal dengan sapaan Sunmor merupakan pasar tiban yang diadakan setiap hari minggu. Sunmor kerap kali dijadikan sebagai tempat pilihan dalam berbelanja. Selain karena harga yang ditawarkan disini lebih murah dari harga toko, juga karena terdapat banyak pilihan barang dagangan dan pedagang. Sehingga warga masyarakat bisa mendapatkan barang dengan harga dan kualitas yang sesuai dengan diinginkan. Keberadaan Sunmor bisa ditemui di beberapa daerah di Indonesia, diantaranya di Kota Yogyakarta[1].
Sunmor di Yogyakarta salah satunya berada di kawasan kampus Universitas Gadjah Mada (UGM). Karena lokasinya itu, masyarakat memanggil pasar tiban ini dengan istilah Sunmor UGM. Sunmor UGM pada awalnya diselenggarakan di Jl. Boulevard atau tepat di depan gedung Graha Sabha Pramana (GSP) UGM. Munculnya pasar tiban ini merupakan bentuk inisiatif dari UGM untuk membantu masyarakat yang pada waktu itu sedang dalam kondisi pemulihan perekonomian pasca krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997. Seiring dengan perkembangan waktu, jumlah pengunjung dan pedagang di Sunmor UGM semakin bertambah dan lokasi yang ada tidak mampu menampung pengunjung dan pedagang lagi. Melalui berbagai pertimbangan, akhirnya lokasi Sunmor UGM dipindahkan di Jl. Notonagoro atau tepat di kawasan Lembah UGM. Pedagang yang berjualan semakin banyak sehingga lokasi Sunmor UGM memanjang sepanjang jalan yang ada di sekitar lembah UGM [2].

Awal Mula Konflik

Konflik ini sendiri bermula ketika pihak DPPA berniat memindahkan lokasi Sunmor. Lokasi yang selama ini digunakan berada di Jl. Notonagoro dan Jl. Olahraga atau berada di area lembah UGM. Sementara lokasi baru yang ditetapkan oleh DPPA sendiri berada di Jl. Lingkar Timur UGM, yakni di sepanjang jalan yang dimulai dari bundaran Fakultas Filsafat menuju ke arah timur hingga Fakultas Peternakan dan ke utara hingga Selokan Mataram. Alasan dari pemindahan lokasi ini sendiri adalah dalam rangka untuk mendukung kegiatan akademis dan non-akademis bagi seluruh civitas akademia UGM dan menjalankan masterplan pengembangan wilayah kampus UGM yang telah ditetapkan sebelumnya.[3]
Masterplan pengembangan wilayah meliputi seluruh wilayah kampus UGM dimana salah satunya ialah pembangunan Wisdom Park yang berada di depan Masjid Kampus UGM. Pembangunan Wisdom Park ini sendiri bertujuan untuk menyediakan ruang terbuka bagi seluruh civitas akademia maupun masyarakat umum yang diharapkan mampu menjadi ruang interaksi bagi masyarakat umum. Selain itu, di dalam area Wisdom Park ini juga terdapat embung yang berfungsi sebagai daerah resapan air untuk menjaga kualitas dan kuantitas air tanah di area kampus UGM. Lokasi pembangunan taman ini berada persis di samping Jl. Notonagoro, lokasi dimana Sunmor diselenggarakan. Pihak DPPA sendiri meminta agar para pedagang untuk mau direlokasi agar proses pembangunan tidak terganggu dan pedagang sendiri tidak terkena dampak buruk dari pembangunan taman ini[4].

Alasan mengadvokasi sunmor UGM

Pengadvokasian ini serta menjadi bagian pendukung keberadaan sunmor UGM dengan alasan lokasi yang baru dianggap tidak mampu menampung jumlah pedagang, fasilitas yang ada masih kurang memadai, belum adanya kata sepakat dalam dialog terakhir antara pedagang dengan pihak DPPA UGM, tidak meratanya sosialisasi pembangunan Wisdom Park serta belum terselesaikannnya konflik antara DPPA dengan Himpunan Pedagang. Alasan tersebut dikutip sesuai tulisan tugas akhir karya Iqbal sebagai berikut[5]:
1.      Lokasi yang baru dianggap tidak mampu menampung jumlah pedagang
Jl. Lingkar Timur yang akan digunakan sebagai lokasi Sunmor yang baru memiliki panjang jalan yang lebih pendek dibandingkan dengan panjang Jl. Notonagoro dan Jl. Olahraga. Panjang jalan yang lebih pendek ini dikhawatirkan tidak mampu menampung jumlah pedagang yang mencapai 800 pedagang lebih. Lebar jalan juga tidak selebar Jl. Notonagoro, sehingga para pengunjung yang datang akan berdesakan karena lahan baru lebih sempit dibandingkan dengan lokasi yang lama.
2.      Fasilitas yang ada masih kurang memadai
Fasilitas penunjang dianggap para pedagang masih kurang memadai, seperti tempat sampah, akses ke air bersih, hingga toilet.
3.      Belum adanya kata sepakat dalam dialog terakhir antara pedagang dengan pihak DPPA UGM
Himpunan pedagang dan DPPA UGM belum mencapai kata sepakat dalam rencana relokasi yang dilakukan oleh UGM. Himpunan mengaku, salah satu pasal di dalam perjanjian kontrak antara pedagang dengan DPPA disebutkan bahwa apabila terjadi sengketa para pihak akan menyelesaikannya secara musyawarah guna mencapai mufakat. Musyawarah inilah yang belum dilakukan oleh pihak UGM.
Senada dengan himpunan pedagang, Padukuhan Karang Malang yang merupakan lokasi Sunmor yang baru juga menolak rencana relokasi ini. Alasannya hanpir sama dengan pedagang, akan tetapi warga Karang Malang lebih menitikberatkan pada masalah sosialisasi pembangunan Wisdom Park dan penyelesaian konflik antara DPPA dengan Himpunan Pedagang. Selama ini, belum ada sosialisasi yang jelas mengenai pembangunan Wisdom Park, sehingga warga Karang Malang juga kurang mengetahui mengenai pembangunan ini. Penyelesaian konflik yang masih belum rampung ini dikhawatirkan akan mengganggu kondisi para pedagang yang akan berjualan di lokasi baru, yakni di sekitar Karang Malang. Tentu saja ini menjadi suatu ancaman yang tidak terlihat secara kasat mata bagi warga sekitarnya.

Dengan alasan itu kemudian dibuatlah video dukungan ini:




[1]Assidiqi, Iqbal Natsir. 2014. Konflik Pengelolaan Sunday Morning UGM. Tugas Akhir Mata Kuliah Manajemen Konflik.
[2] Wawancara dengan anto, pengurus sekolah pasar PUSTEK UGM
[3] Wandana, Jefri Satria. Assidiqi, Iqbal Natsir. Bakir, Mahasin Kholil. 2013. Sinergitas Pengelolaan Sunday Morning UGM. Tugas Akhir Mata Kuliah Internship
[4] Assidiqi, Iqbal Natsir. 2014. Konflik Pengelolaan Sunday Morning UGM. Tugas Akhir Mata Kuliah Manajemen Konflik.
[5] Ibid.
 
;